MENGUPAS ORIENTASI NILAI-NILAI BUDAYA

 MENGUPAS ORIENTASI NILAI-NILAI BUDAYA



Rifdah Nur Aqilah (19310410061)
Artikel ini dibuat untuk memenuhi Tugas Ilmu Budaya Dasar

Program Studi Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu : Amin Nurohmah, S.Pd., M.Sc.


Budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu budhhayah yang artinya budi dan akal manusia. Budaya ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia, karena mencakup adat istiadat, bahasa, dan segala hal yang digunakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Budaya merupakan suatu pola hidup yang menyeluruh dan kompleks. Dan setiap budaya memiliki nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat setempat. Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat-istiadat, di mana terdapat konsepsi-kosepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjadi pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma, serta semua hal yang berpedoman pada sistem nilai budaya itu.

Ada banyak nilai kebudayaan di setiap budaya yang ada di dunia. Sehingga, nilai kebudayaan itu bisa berbeda-beda, tetapi pada dasarnya setiap nilai budaya itu memiliki orientasi nilai budaya yang hampir serupa satu sama lain. Terutama jika kita melihat masalah dasar dalam hidup manusia, maka orientasi nilai budaya akan terlihat hampir sama. Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (2009) telah mengembangkan nilai budaya ke dalam 5 masalah yang paling mendasar dalam kehidupan manusia, diantaranya: a) Masalah hakikat hidup; b) Masalah hakikat dari karya manusia; c) Masalah hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu; d) Masalah hakikat manusia dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya; e) Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya. Meskipun cara mengkonsepsikan 5 masalah pokok dalam kehidupan manusia itu universal dan setiap masyarakat atau kebudayaan itu berbeda-beda, namun di setiap lingkungan masyarakat dan kebudayaan 5 masalah pokok itu selalu ada.

Yang pertama tentang masalah hakikat hidup , di mana setiap kebudayaan memiliki perspektif yang berbeda dalam memandang hakikat hidup. Orientasi orang-orang di kebudayaan tradisional memandang bahwa hakikatnya hidup manusia itu buruk. Contohnya, orang yang frustasi karena mengalami kegagalan akan menganggap bahwa hidupnya sangat menyedihkan, menderita, dan memprihatinkan. Berbeda dengan orientasi orang-orang di kebudayaan transisi, di mana mereka memandang bahwa hidup itu baik. Contohnya, orang yang menganggap hidup itu anugerah dan nikmat dari Tuhan akan lebih sering bersyukur atas segala apa yang terjadi kepadanya. Kemudian, orientasi orang-orang di kebudayaan modern memandang bahwa hakikat hidup manusia itu buruk dan sulit tetapi harus diperjuangkan dan berusaha agar hidup bisa lebih baik. Contohnya, orang yang serba kekurangan akan menganggap hidupnya buruk, namun ia tetap berpikir optimis, berusaha dan berdoa kepada Tuhannya untuk hidup yang lebih baik lagi.

Yang kedua tentang masalah hakikat karya manusia. Orientasi orang-orang di kebudayaan tradisional memandang bahwa karya manusia itu hakikatnya untuk kelangsungan hidup. Contohnya, orang yang bekerja mencari nafkah atau harta hanya untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan hidup. Orientasi orang-orang di kebudayaan transisi memandang bahwa karya manusia itu hakikatnya untuk mendapatkan kedudukan dan kehormatan. Contohnya, orang yang bekerja demi sebuah pangkat, jabatan, pujian, dan penghargaan dari masyarakat sekitar. Bukan harta yang dicari dan dibutuhkan, tetapi status sosial yang dimiliki setiap individu. Kemudian, orientasi orang-orang di kebudayaan modern memandang bahwa karya manusia itu hakikatnya untuk menambah karya dan memperbanyak prestasi. Contohnya, orang yang membuat suatu karya bukan hanya untuk mendapatkan harta dan jabatan, namun untuk mengumpulkan koleksi karya sehingga dapat memuaskan dirinya sendiri, karena berpikir bahwa hidup harus menghasilkan banyak karya.

Yang ketiga tentang masalah hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu.Orientasi orang-orang di kebudayaan modern memandang bahwa kedudukan manusia dalam ruang waktu pada hakikatnya adalah masa lalu. Contohnya, orang-orang zaman dahulu biasanya berpedoman pada masa lalunya sebagai standar hidup di masa kini dan terkadang sulit untuk mengikuti perkembangan zaman. Kemudian, orientasi orang-orang di kebudayaan transisi memandang bahwa kedudukan manusia dalam ruang waktu pada hakikatnya adalah masa kini, artinya mereka tidak lagi memikirkan masa lalu dan tidak mementingkan masa depan. Contohnya, orang yang memiliki gaya hidup mewah atau suka berfoya-foya biasanya cenderung boros dan tidak ada manajemen keuangan, sehingga ia menghabiskan hartanya untuk bersenang-senang di masa kini tanpa memikirkan hidupnya di masa depan seperti menabung. Orientasi orang-orang di kebudayaan modern memandang bahwa kedudukan manusia dalam ruang waktu hakikatnya pada masa depan, artinya mereka akan membuat perencanaan hidup yang matang agar sukses di masa depan. Contohnya, orang yang sejak dini mulai membiasakan diri untuk menabung demi masa depan yang layak.

Yang keempat tentang masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Orientasi orang-orang d kebudayaan tradisional memandang bahwa pada hakikatnya hubungan manusia dengan alam sekitar itu tunduk pada alam yang dahsyat. Contohnya, orang yang menerima apa adanya hasil yang disediakan oleh alam, sehingga manusia dituntut untuk menyerah dan tidak banyak berusaha karena bergantung pada hasil alam. Berbeda dengan orientasi orang-orang di kebudayaan transisi yang memandang bahwa hubungan manusia dengan alam sekitar pada hakikatnya adalah selaras dengan alam. Contohnya, gerakan penanaman pohon untuk mencegah terjadinya banjir. Kemudian, orientasi orang-orang di kebudayaan modern memandang bahwa hubungan manusia dengan alam sekitar pada hakikatnya untuk menguasai alam. Contohnya, orang yang menganggap alam sebagai anugerah dari Tuhan untuk dikuasai manusia. Contoh lain, orang yang memburu hewan atau tanaman langka demi mendapatkan uang tanpa memikirkan kepunahan hewan atau tanaman tersebut.

Yang kelima tentang masalah hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya. Orientasi orang-orang di kebudayaan tradisional memandang bahwa hubungan manusia dengan sesama pada hakikatnya itu vertikal, di mana tingkah laku kesehariannya berpedoman pada tokoh-tokoh pemimpin, senior, dan berpangkat. Contohnya, orang yang ketergantungan dengan perintah pimpinannya sehingga kurang bersikap inisiatif dan inovatif. Orientasi orang-orang di kebudayaan transisi memandang bahwa hubungan manusia dengan sesama pada hakikatnya itu horizontal, di mana antar sesama manusia akan saling bergantung pada sesamanya. Contohnya, orang-orang yang berjiwa gotong royong, bersikap saling membantu. Orientasi orang-orang di kebudayaan modern memandang bahwa hubungan manusia dengan sesama pada hakikatnya itu individual, di mana mereka selalu berdiri sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain untuk mencapai tujuan hidupnya. Contohnya, orang yang selalu menganggap bahwa semua yang ia lakukan adalah yang terbaik dan terhebat dari yang lainnya, sehingga biasanya muncul rasa sombong dan iri dengki.


 

Referensi Gambar:

KajianPustaka.com


Referensi Materi:

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Renika Cipta.



0 komentar:

Posting Komentar

Rifdah Nur Aqilah's Frame

Diberdayakan oleh Blogger.

All About Me

Happy Cute Box Bear

Pengikut