TEORI SOCIAL LEARNING – WALTER MISCHEL DAN MARTIN SELIGMAN
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II
Rifdah Nur Aqilah (19310410061)
Dosen Pengampu : Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A.
Walter Mischel dan Martin Seligman adalah seorang psikolog Amerika. Mischel lahir di Wina, Austria pada 22 Februari 1930 dan wafat di New York pada 12 September 2018. Sedangkan Seligman lahir di Albany, New York pada 12 Agustus 1942 (sekarang berusia 78 tahun).
A.
TEORI WALTER MISCHEL
Walter
Mischel pada awalnya menolak penjelasan teori sifat atas perilaku. Beliau
justru mendukung gagasan bahwa aktivitas kognitif dan situasi spesifik
mempunyai peranan yang penting dalam menentukan perilaku. Tetapi, Mischel telah
mengajukan suatu rekonsiliasi antara pendekatan proses dinamis dengan
pendekatan disposisi personal. Teori kepribadian kognitif – afektif ini
berpandangan bahwa perilaku berasal dari disposisi personal yang relatif stabil
dan proses kognitif – afektif yang berinteraksi dengan situasi tertentu (Feist
& Feist, 2016).
Sistem
kepribadian kognitif – afektif Mischel dilatar belakangi oleh beberapa faktor,
diantaranya :
1. Paradoks Konsistensi. Mischel
berargumen bahwa perilaku tidak akan bisa memprediksikan sifat kepribadian
dengan akurat. Jadi, perilaku itu bergantung pada situasi. Misalnya, ada
kalanya siswa yang jujur justru menyontek saat ujian, padahal siswa itu tidak
pernah mencuri atau suka berbohong.
2. Interaksi Manusia – Situasi. Mischel
melihat bahwa manusia bukanlah suatu wadah kosong tanpa ada sifat kepribadian
yang bertahan di dalamnya. Sebagian besar orang memiliki konsistensi tertentu
dalam perilaku mereka. Mischel terus menekankan bahwa situasi memiliki efek
yang sangat penting pada perilaku. Pandangan ini mengindikasikan bahwa perilaku
disebabkan oleh persepsi dirinya sendiri dalam situasi tertentu, serta
keyakinan, nilai, tujuan, kognisi dan perasaan seseorang berinteraksi untuk
membentuk perilaku.
3. Sistem Kepribadian Kognitif –
Afektif. Sistem kepribadian ini memprediksikan bahwa perilaku seseorang akan
berubah dari satu situasi ke situasi lainnya. Sistem kepribadian kognitif –
afektif terdiri dari 3 sistem, yaitu :
a. Prediksi perilaku, Mischel berasumsi
bahwa prediksi perilaku berada pada pengetahuan mengenai bagaimana dan kapan
berbagai unit kognitif –afektif diaktivasi. Unit tersebut meliputi pengodean,
ekspektasi, keyakinan, kompetensi, rancangan dan strategi regulasi diri, serta
afek dan tujuan.
b. Variabel situasi, orang-orang yang
berbeda berperilaku dalam cara yang sama misalnya saat menonton adegan
emosional dalam film yang menarik, orang akan membentuk perilakunya sesuai
situasi. Di sisi lain, kejadian yang terlihat sama dapat menghasilkan reaksi
yang sangat berbeda karena kualitas pribadi mengalahkan variabel situasional.
c. Unit kognitif – afektif, meliputi
semua aspek psikologis, sosial, dan fisiologis dari manusia yang menyebabkan
interaksi dengan lingkungan mereka dengan pola variasi yang stabil. Mischel
menawarkan rangkaian dari 5 variabel unit tersebut, yaitu strategi encoding –
kompetensi dan strategi regulasi diri – ekspektasi dan keyakinan – tujuan dan
nilai – respon afektif.
B.
TEORI MARTIN SELIGMAN
Martin
Seligman adalah seorang revolusioner dunia psikologi yang mengubah cara pandang
dan cara berpikir para psikolog dunia. Seligman membuat semua psikolog harus
berpikir ulang tentang pola pikir sang psikolog sendiri bukan pasiennya.
Akhirnya, Seligman membuat buku psikologi yang mengubah negative psychology
menjadi positive psychology. Sehingga Seligman terkenal dengan nama father of
positive psychology, yaitu seorang psikolog pakar studi optimisme yang
mempelopori revolusi dalam psikologi melalui gerakan psikologi positif. Selain
itu, pada tahun 1988 Seligman juga seorang Presiden APA (American Psychological
Association). Menurut Seligman (dalam Sunedi, 2018), ada 3 cara untuk bahagia,
yaitu:
1. Have a pleasant life (life of
enjoyment). Milikilah hidup yang menyenangkan, dapatkan kenikmatan sebanyak
mungkin. Cara ini mungkin ditempuh oleh kaum hedonis. Tapi, jika ini cara yang
kita tempuh, hati-hati dengan jebakan hedonic treadmill (semakin kita mencari
kenikmatan, semakin kita sulit dipuaskan) dan jebakan habituation (kebosanan
karena terlalu banyak, misalnya makan es krim pada jilatan pertama sangat
nikmat, tapi pada jilatan keduapuluh, kita jadi ingin muntah). Namun, pada
takaran yang pas, cara ini sangat membahagiakan.
2. Have a good life (life of
engagement). Dalam bahasa Aristoteles disebut eudaimonia, yakni terlibatlah
dalam pekerjaan, hubungan atau kegiatan yang membuat kita mengalami “flow”. Kita
akan merasa terserap dalam kegiatan itu, seakan-akan waktu berhenti bergerak,
kita bahkan tidak merasakan apapun karena sangat “khusyu”.
3. Have a meaningful life (life of
contribution). Milikilah semangat melayani, berkontribusi dan bermanfaat untuk
orang lain atau makhluk lain. Menjadi bagian dari organisasi atau kelompok,
tradisi atau gerakan tertentu. Merasa hidup kita memiliki makna yang lebih
tinggi dan lebih abadi dibanding diri kita sendiri.
Dengan demikian,
tujuan utama psikologi positif tidak hanya untuk memperbaiki. Namun juga
membangun kembali kualitas dengan positif kemudian dirasa penting dan sangat aplikatif
untuk digunakan di segala konteks profesional psikologi. Psikologi positif
tidak menyangkal nilai-nilai dari penelitian yang sudah ada tentang
psikopatologi. Begitupun dalam psikoterapi, penerapan prinsip-prinsip psikologi
positif justru membantu para psikoterapis untuk mengarahkan para pasien dalam
mengatasi gangguan-gangguan psikologis yang mereka alami (Seligman, 2001). Penerapan
prinsip psikologi positif seperti optimisme, penemuan tujuan hidup, kejujuran,
rasionalitas, keberanian, dan sifat pantang menyerah dalam psikoterapi ternyata
mampu membantu pasien untuk mengatasi gangguan psikologis seperti depresi dan
kecemasan yang mereka alami, dan juga membantu pasien untuk menumbuhkan harapan
dalam melanjutkan kehidupan yang mereka jalani.
C.
KESIMPULAN
Mischel mengusulkan agar kita berperilaku konsisten dengan cara yang sama dalam situasi yang berbeda, situasi ini mengarah pada konsekuensi yang sama dan memiliki arti sama untuk diri kita. Ketika perbedaan itu berbeda, maka kita belajar untuk membedakan antara berbagai situasi dan berperilaku yang sesuai. Mischel dalam buku pertamanya yang berjudul "The Marshmallow" tahun 2014, menciptakan faktor yang dapat mendinginkan dorongan kuat atau faktor impulsif. Mischel percaya bahwa kemampuan untuk menunda kebahagiaan sama dengan kemampuan untuk membuat pilihan yang baik di tengah godaan. Dengan begitu, kita dapat meraih kebebasan dan kebahagiaan dalam arti yang sesungguhnya, yaitu bebas dari faktor impulsif dalam pengambilan keputusan yang baik. Maksudnya, seseorang yang mengubah perilaku ke arah yang lebih positif akan mudah merealisasikan tujuan hidupnya. Hal ini sesuai dengan konsep kebahagiaan autentik Martin Seligman. Kebahagiaan autentik adalah kebahagiaan yang bisa diupayakan, tentunya bagi mereka yang mau berusaha untuk berbahagia yang sebenarnya.
Referensi :
Feist, J., & Feist, G.J. (2016).
Teori Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Sarmadi, Sunedi. (2018). Psikologi
Positif. Yogyakarta : Titah Surga.
Seligman, Martin. (2001). Positive
Psychology, Positive Prevention, and Positive Therapy. In C.R. Snyder &
S.J. Lopez (Eds.), Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford
University Press.
- SEKIAN DAN TERIMA KASIH -