TEORI ANALISIS FAKTOR – HANS J. EYSENCK
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II
Rifdah Nur Aqilah (19310410061)
Dosen Pengampu : Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A.
Hans Jurgen Eysenck adalah seorang
psikolog berkebangsaan Jerman yang dilahirkan di Berlin pada 4 Maret 1916 dan
wafat pada 4 September 1997 di London. Eysenck memakai pendekatan behaviorisme
dalam melihat kepribadian manusia. Eyesenck berpendapat dasar umum sifat-sifat
kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Namun, beliau
juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurut
Eysenck, kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun
potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan.
Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari
4 sektor utama yang mengorganisir tingkah laku, yaitu sektor kognitif
(intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament), dan
sektor somatik (constitution).
Eysenck memandang kepribadian
memiliki 4 tingkatan hirarki, berturut-turut dari hirarki yang tinggi ke
hirarki yang rendah : tipe – traits – habit – respon spesifik. Tipe adalah kumpulan
dari sifat-sifat yang saling berkaitan dalam dimensi yang luas. Traits adalah
koleksi respon kebiasaan yang saling berkaitan atau mempunyai kesamaan
tertentu. Habit adalah respon tingkah laku yang terus berlangsung di bawah
kondisi yang sama. Dan respon spesifik adalah
tingkah laku yang dapat diamati dan menjadi ciri kepribadian. Eyesenck
menemukan 3 dimensi tipe, yaitu ekstraversi – introversi, neurotisme,
psikotisme, dan kecerdasan.
1. EKTRAVERSI – INTROVERSI
Istilah ekstraversi dan introversi awalnya dipakai oleh Jung.
Konsep ekstraversi – introversi Eyesenck hampir sama dengan konsepnya Jung di
mana menurut Jung, ekstraversi adalah orang yang berpandangan objektif dan
tidak pribadi, sedangkan introversi adalah orang yang berpandangan subjektif
dan individualis. Menurut Eyesenck, perbedaan antara ekstraversi – introversi
terletak pada tataran biologis dan genetiknya atau tingkat keterangsangan korteks
yaitu CAL (Cortical Arousal Level). CAL adalah gambaran bagaimana korteks
mereaksi stimulus indrawi.
Ekstraversi : ciri ekstraversi cenderung memiliki
perasaan sosial, impulsivitas, rasa humor, gairah hidup, rasa optimisme, dan
sifat-sifat yang mengindikasikan penghargaan terhadap hubungan dengan sesama. Ekstraversi
memiliki CAL rendah (Under Arounsed) artinya tidak peka dan reaksinya lemah di
mana butuh rangsangan indrawi yang banyak untuk mengaktifkan korteks.
Contohnya, melakukan olahraga atau mendaki gunung.
Introversi : ciri introversi cenderung memiliki
perasaan tidak sosial atau tidak berjiwa sosial, pasif, pendiam, ragu-ragu,
rasa pesimis, penakut, banyak pikiran, kontrol diri, dan sebagainya. Introversi
memiliki CAL tinggi (Over Aroused) artinya hanya butuh sedikit rangsangan untuk
mengaktifkan korteks. Contohnya, menarik diri , menghindari keramaian, dan
mendengarkan musik di kamar.
2. NEUROTISISME
Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti
dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan
obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari
kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkah laku antisosial dan asosial seperti
kejahatan orang dewasa, tingkah laku menyimpang pada anak-anak,
homoseksualitas, dan alkoholisme. Neurotisisme adalah kecenderungan mengalami
emosi negatif ditandai oleh high levels of negative affect (mudahnya
terpengaruh perasaan negatif). Neurotisisme didasarkan pada reaktivitas sistem
syaraf otonom (automatic nervous system reactivity). Individu dengan tingkat
ANS tinggi cenderung mudah memberi respon secara emosional (emosi tidak
stabil), contohnya marah ketika di kritik karena merasa tidak dihargai.
Sedangkan individu dengan tingkat ANS
rendah cenderung memberi respon tidak emosional (emosi stabil), contohnya mampu
menerima kritik dengan objektif.
3. PSIKOTISISME
Individu yang skor psikotisismenya tinggi memiliki trait
agresif, egosentris, dingin, penuh curiga, antisosial, tidak pribadi, impulsif,
kreatif, keras hati, dan takempatik. Individu pada tingkat ini, lebih rentan
mengidap stress dan berpotensi mengalami gangguan psikotik. Sedangkan individu
yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait merawat atau baik hati, hangat,
penuh perhatian, akrab, tenang, sangat sosial, empatik, kooperatif, dan sabar. Seperti
pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang
besar. Secara keseluruhan 3 dimensi kepribadian itu 75% bersifat herediter, dan
hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan.
4. KECERDASAN
Seperti 3 dimensi lainnya, kecerdasan lebih banyak dipengaruhi oleh
keturunan. Namun, penelitian disekitar kecerdasan masih belum dapat
mengolaborasi faktor kecerdasan itu dengan keseluruhan kepribadian manusia.
Konsep Eysenck menekankan bahwa
kepribadian dibentuk oleh peran hereditas dan sebagian didasarkan pada bukti
korelasional antara aspek-aspek biologis seperti CAL dan ANS dengan dimenasi
kepribadian. Eysenck juga berpendapat, individu itu menjadi terkondisi
perasaan takut atau cemasnya dengan stimulus yang baru saja dihadapi. Jadi,
kecenderungan individu untuk merespon dengan tingkah laku neurotik semakin lama
semakin luas. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah
laku neurotik dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan. Justru, tingkah
laku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi
kontraproduktif, dan semakin meningkatkan kecemasan. Jika tingkah laku
diperoleh dari belajar, logikanya tingkah laku juga bisa dihilangkan dengan
belajar. Eysenck memilih model terapi tingkah laku atau metode menangani
tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkah laku salah suai
alih-alih mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik jiwa.
Referensi :
Alwisol. (2009). Psikologi
Kepribadian Edisi Revisi. Malang : UMM Press.
Feist, J., & Feist, G.J. (2002).
Theories of Personality 5th Edition. Boston : McGraw Hill, Inc.
0 komentar:
Posting Komentar