SOCIAL LEARNING THEORY - ALBERT BANDURA

 

SOCIAL LEARNING THEORY – ALBERT BANDURA




PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II

Rifdah Nur Aqilah (19310410061)

Dosen Pengampu : Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A

 

Albert Bandura adalah seorang psikolog berkebangsaan Canada, Amerika Serikat yang lahir di Mandure, Canada pada 4 Desember 1925. Bandura memperoleh gelar sarjana psikologinya di Universitas of British Columbia di Vancouver tahun 1949. Kemudian, Bandura melanjutkan studinya di Universitas Lowa dan memperoleh gelar Ph.D tahun 1952. Saat ini, Bandura masih mengajar di Universitas Stanford (1953 – sekarang) dan Bandura pernah menjabat sebagai presiden APA pada tahun 1973. Teori Bandura dikenal dengan Social Learning Theory (teori belajar sosial). Teori Bandura ini berasumsi bahwa manusia bisa belajar berbagai sikap, perilaku, dan keterampilan melalui vicarious experiences (pengalaman langsung). Selain itu, Bandura juga berpendapat bahwa manusia lebih banyak belajar dari mengamati orang lain (observational learning).

Salah satu eksperimennya yang cukup dikenal adalah Bobo Doll Studies. Eksperimen Bandura ini bertujuan mengamati perilaku imitasi atau meniru pada anak-anak usia pra-sekolah terhadap perilaku agresif. Bobo doll adalah nama sebuah boneka yang apabila dipukul akan berdiri lagi karena pada titik gravitasinya diberi cairan. Dalam eksperimennya, Bandura membagi anak-anak ke dalam 2 kelompok. Kelompok A diperlihatkan seorang dewasa memukul, menendang, dan menjerit ke arah boneka bobo. Sedangkan kelompok B  diperlihatkan seorang dewasa yang berperilaku lemah lembut dan sayang pada boneka bobo. Setelah anak-anak tersebut menyaksikan perilaku orang dewasa dan ditinggalkan sendirian hanya bersama boneka bobo, kelompok A menunjukkan perilaku lebih agresif dari orang dewasa tadi, sedangkan kelompok B tidak menunjukkan perilaku agresif.




Dari eksperimen tersebut, Bandura menyimpulkan bahwa perilaku itu dipelajari berdasarkan proses mengamati dan imitasi atau modelling perilaku orang lain. Bandura percaya, pengamatan (observasi) terhadap perilaku orang lain membantu manusia belajar tanpa harus melakukan sesuatu secara langsung, dan kunci utama observational learning adalah modelling. Modelling bukan sekadar mengamati model atau mengulang perilaku yang diamati, namun juga melibatkan proses kognitif tentang penambahan maupun pengurangan perilaku yang diamati. Kemudian, ada 4 hal yang diperlukan dalam proses observational learning, yaitu attention (perhatian pada model), representation (tingkah laku yang ditiru dan diingat), behavioral production (hasil tingkah laku setelah memperhatikan dan mengingat), dan motivation (sesuatu yang menentukan tingkah laku).

Faktor yang mempengaruhi proses modelling diantaranya, karakteristik model (semakin mirip model, individu semakin mudah terpengaruh), karakteristik observer (orang yang memiliki konsep diri rendah cenderung mungkin meniru perilaku orang lain), dan konsekuensi dari tingkah laku yang ditiru (reward dan punishment). Bandura membahas tentang triadic reciprocal causation model yang merupakan bagian dari struktur kepribadian manusia, di mana perilaku manusia adalah hasil dari 3 variabel (person – environment - behavior). Istilah reciprocal (timbal balik) dipakai untuk menunjukkan interaksi yang triadic, bukan hanya satu arah. Behavior meliputi perilaku individu. Environment meliputi lingkungan luar yang berpengaruh. Dan person meliputi gender, status sosial, kondisi fisik, kognitif, dan lainnya. Tiga variabel tersebut tidak berperan seimbang, namun tergantung pada situasi yang terjadi. Meskipun tingkah laku dan lingkungan pada suatu situasi bisa saja menjadi kontributor terbesar pada performa seseorang, namun biasanya kognisi adalah kontributor terkuat individu melakukan suatu tindakan tertentu.

Selain itu, ada 2 hal yang berperan dalam transformasi perilaku seseorang yaitu chance encounters (pertemuan tak terduga dengan seseorang yang tak familiar atau tidak saling kenal), dan fortuitous events (kejadian yang tidak terduga). Menurut Bandura, manusia memiliki kapasitas untuk berlatih mengontrol kehidupannya, manusia memiliki regulasi diri bersifat proaktif, dapat merefleksikan diri, dapat mengorganisir diri, dan memiiki kekuatan untuk memengaruhi tindakannya sendiri agar mendapat konsekuensi yang diinginkan. Bandura juga membicarakan self-regulation (regulasi diri) di mana manusia memiliki kemampuan berpikir dan dengan kemampuan itu manusia memanipulasi lingkungan sehingga terjadi perubahan. Ada 2 faktor yang memengaruhi proses regulasi diri, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor eksternal meliputi standar untuk mengevaluasi tingkah laku, didapat dari lingkungan yang berinteraksi dengan pribadi, contohnya standar hal-hal yang dianggap baik oleh orang tua atau guru untuk menilai prestasi diri. Adapula reinforcement yaitu suatu insentif yang berasal dari lingkungan eksternal seperti pujian dan hadiah. Sedangkah faktor internal terdiri dari self-observation (apa yang diobservasi tergantung minat dan konsep diri seseorang), judgemental process (melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi atau proses memberi penilaian), self-response (pengamatan dan penilaian seseorang akan menilai diri positif atau negatif lalu menghadiahi atau menghukum diri), dan self-effication (keyakinan terhadap kemampuan diri dalam melakukan tindakan tertentu). Efikasi diri seseorang berbeda-beda, tergantung situasi. Bisa saja efikasi dirinya tinggi di suatu situasi, namun rendah di situasi lain.

 Efikasi diri didapatkan, dipertahankan, dan ditingkatkan melalui kombinasi dari beberapa faktor, yaitu mastery experiences (pengalaman di masa lalu), social modelling (pengalaman yang tak terduga atau vicarious experiences), social persuasion (penilaian sosial yang memengaruhi diri), dan physical and emotional state (kondisi fisik dan emosi memengaruhi tinggi rendahnya efikasi diri). Kombinasi efikasi diri dengan lingkungan dapat memprediksi tingkah laku seseorang. Efikasi diri yang tinggi dan lingkungan yang responsif akan membuat seseorang menjadi sukses dan melakukan tugas sesuai kemampuannya. Sebaliknya, jika efikasi dirinya rendah dan lingkungan responsif, maka seseorang akan merasa depresi karena melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggap sulit. Dengan efikasi diri yang tinggi dan lingkungan tidak responsif, seseorang akan berusaha keras mengubah lingkungan, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan melakukan perubahan. Begitupun, jika efikasi dirinya rendah dan lingkungan tidak responsif, maka seseorang akan menjadi apatis, mudah menyerah, dan tidak berdaya.

Yang terakhir, Bandura menyorot beberapa perilaku patologis yang dipelajari dan dipengarui oleh faktor kognitif, neurofisiologis, pengalaman yang mendapat penguatan, dan nilai fasilitatif dari lingkungan, diantaranya depresi karena regulasi diri salah dan standar pribadi terlalu tinggi di atas kemampuan individu, fobia karena efikasi diri rendah, dan agresi karena pengamatan terhadap model yang agresi dan pengalaman langsung dengan reinforcement negatif atau positif serta latihan atau perintah. Oleh karena itu, psikoterapi Bandura menggunakan terapi kognitif sosial. Tujuannya untuk memperbaiki regulasi diri melalui perubahan tingkah laku dan mempertahankan perubahan tingkah laku yang telah terjadi.

 

Referensi :

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang : UMM Press.

Feist, J. & Feist, G.J. (2002). Theories of Personality 5th Edition. Boston : McGraw Hill, Inc.



-SEKIAN DAN TERIMA KASIH-

 

0 komentar:

Posting Komentar

Rifdah Nur Aqilah's Frame

Diberdayakan oleh Blogger.

All About Me

Happy Cute Box Bear

Pengikut